Kampanye “dua anak lebih baik” sudah dicanangkan sejak tahun 70-an dan anjuran tersebut masih membekas hingga sekarang. Pemerintah mencanangkan keluarga berencana demi menjaga laju pertumbuhan penduduk. Selain itu, program ini juga bertujuan mewujudkan keluarga sehat, bahagia, sejahtera, dan berkualitas.
Sayangnya, keluarga berencana malah sering disalahartikan menjadi agenda untuk menolak kehadiran buah hati. Berbagai mitos dan fakta pun mulai bermunculan terkait dengan agenda dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) ini. Supaya tidak lagi ada persepsi yang salah, yuk pelajari lebih lanjut terkait dengan keluarga berencana menurut kacamata medis!
Apa Itu Keluarga Berencana?
Keluarga berencana adalah sebuah program nasional yang bertujuan menekan angka kelahiran dan mengendalikan penambahan penduduk di suatu negara. Dikenal dengan sebutan KB, program ini diatur dalam UU No 10 Tahun 1992 dan menjadi bentuk nyata keseriusan pemerintah dalam menciptakan keluarga yang sejahtera.
Wujud pelaksanaan keluarga berencana berupa penggunaan alat kontrasepsi untuk menunda atau mencegah kehamilan, seperti:
Bagaimana Keluarga Berencana Dapat Mengendalikan Pertumbuhan Penduduk?
Jika Anda familiar dengan istilah millennials, mungkin sebutan baby boomer juga tidak kalah asing. Tingginya angka kelahiran setelah Perang Dunia II menjadi salah satu dibentuknya program keluarga berencana. Coba bayangkan jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan, maka semakin tidak ada lahan untuk tinggal bagi seluruh penduduk dan banyak keluarga yang hidup dalam kemiskinan.
Setelah program KB dijalankan, data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dari BKKBN menunjukkan bahwa tren angka kelahiran total atau fertility rate (FTR) mengalami penurunan sejak 1991. Pada akhir tahun tersebut, FTR berada pada angka 3% sedangkan di 2012 turun menjadi 2,6 anak per wanita dan mencapai 2,4 anak per wanita pada tahun 2017. Hal ini didukung oleh semakin tingginya kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi dari 62% di tahun 2012 menjadi 66% di tahun 2017.
Meskipun penurunan terus terjadi, tapi tren tersebut belum mencapai tujuan BKKBN. Renstra (Rencana Strategis) yang dicanangkan memiliki target hingga 2,28 anak per wanita. Sehingga program keluarga berencana tetap dijalankan hingga saat ini.
Baca juga:
Mengenali Jenis Penyakit Menular Seksual dan Cara Pencegahannya
Cara Menjaga Kesehatan Organ Intim Wanita, Ampuh Cegah Penyakit Menular Seksual!
Manfaat Keluarga Berencana
Meskipun tujuan utama dari keluarga berencana adalah menekan laju penambahan penduduk, namun KB juga memiliki banyak manfaat jika dilihat dari kacamata medis. Program ini dapat menunjang kemakmuran dan kesehatan seluruh anggota keluarga. Berikut manfaat keluarga berencana yang penting Anda ketahui:
1. Keluarga Berencana Mencegah Kehamilan yang Tidak Diinginkan
Sering kali pasangan yang sudah menikah mengabaikan penggunaan alat kontrasepsi saat berhubungan intim. Di Indonesia sendiri ada 20% insiden kebobolan atau kehamilan yang tidak direncanakan pada pasangan resmi. Akibatnya, banyak ibu mengandung pada usia menjelang menopause atau jarak yang terlalu dekat dengan anak sebelumnya.
Kondisi ini sangat berpengaruh pada kesehatan fisik dan mental ibu. Pemulihan yang belum sempurna pascamelahirkan anak sebelumnya berisiko mengakibatkan komplikasi seperti toksemia, pendarahan, hingga kematian. Selain itu depresi postpartum juga sering kali mengancam kehamilan jarak dekat.
Sedangkan bayi yang dilahirkan akan berisiko terlahir prematur, berat badan rendah (BBLR), hingga cacat lahir. Sementara kesiapan perekonomian keluarga juga dapat terpengaruh dengan memiliki anak tanpa perencanaan. Semua faktor tersebut menjadi penyebab tidak terwujudnya keluarga sehat dan sejahtera.
2. Menurunkan Risiko Kematian Ibu
Perempuan usia 10-14 tahun memiliki risiko lima kali lipat dibandingkan wanita dewasa dalam menjalani kehamilan. Komplikasi yang mengancam antara lain infeksi, pendarahan hebat, anemia, dan eklampsia. Hal ini disebabkan oleh tubuh anak yang belum matang dan sempurna secara biologis. Risiko yang serupa juga mengancam perempuan yang hamil pada usia di atas 35 tahun. Inilah mengapa program KB untuk diterapkan.
3. Menurunkan Risiko Kematian Bayi
Bayi dalam kelahiran yang tidak diinginkan berisiko memiliki berat badan rendah (BBLR), prematur, dan kekurangan gizi. Kondisi ini terjadi karena ibu yang mengandung pada masa pertumbuhan juga masih memerlukan banyak nutrisi sehingga ibu dan anak bersaing untuk memperolehnya.
Bayi yang tidak mendapatkan cukup gizi akan mempengaruhi pertumbuhannya atau bahkan gagal berkembang. Inilah yang kemudian membuat Ibu yang sedang mengandung dianjurkan mengonsumsi suplemen dan susu kehamilan untuk kesehatan janin dan ibu.
4. Mendorong Kecukupan ASI dan Pola Asuh yang Tepat
Di Indonesia, anak dianjurkan untuk mendapatkan ASI hingga usia 2 tahun. Maka ketika ibu hamil lebih cepat, hak si kecil mendapatkan ASI pun akan berkurang. Selain itu, anak juga akan mendapatkan perhatian penuh dari orang tuanya dengan menjaga jarak kehamilan sekitar 3-5 tahun.
5. Mencegah Terjadinya Aborsi
Kehamilan yang tidak diinginkan bisa berujung pada tindakan aborsi. Secara hukum Indonesia, aborsi merupakan tindakan ilegal dengan pengecualian yang diatur ketat pada UU Nomor 36 tahun 2009. Ingin terbebas dari hukum mengakibatkan banyak orang memilih jalan aborsi secara ilegal dan tidak sesuai standar medis. Alhasil, angka kematian aborsi pun sangat tinggi.
6. Mencegah Terserang Penyakit Menular Seksual
Salah satu alat kontrasepsi yang bisa mencegah penularan penyakit menular seksual adalah kondom. Sayangnya masih banyak yang enggan menggunakannya karena dianggap mengurangi kenikmatan bercinta. Padahal selain dapat menundah kehamilan, beberapa penyakit bisa dihindari dengan menggunakan kondom antara lain sifilis, gonore, hingga HIV/AIDS.
7. Membangun Keluarga Berkualitas
Ketika sebuah keluarga merencanakan semua dengan baik, termasuk jumlah dan jarak anak, maka besar kemungkinan kesejahteraan akan dengan mudah tercapai. Sebaliknya, kehamilan di luar rencana membuat seluruh anggota keluarga merasa belum siap dari segi finansial serta kesehatan fisik dan mental. Anak juga akan cenderung merasa kurang diperhatikan akibat jarak yang terlalu dekat dengan saudara-saudaranya.
Mitos dan Fakta Terkait Keluarga Berencana
Faktor lain yang menghambat tercapainya program Renstra adalah banyaknya mitos dan fakta bermunculan terkait dengan alat kontrasepsi. Beberapa masih menganggap teknik bercinta bisa mencegah kehamilan. Padahal, tidak semua hal tersebut benar dan bisa diaplikasikan sebagai program keluarga berencana. Supaya tidak salah kaprah, berikut contoh mitos keluarga berencana dan fakta di baliknya.
1. Ejakulasi di Luar dapat Mencegah Kehamilan
- Mitos: ejakulasi di luar bisa terhindar dari kehamilan.
- Fakta: sel sperma dapat menempel pada ujung penis sebelum ejakulasi sehingga tetap bisa mengakibatkan kehamilan.
2. Pil Kontrasepsi dapat Menurunkan Kesuburan Wanita
- Mitos: setelah menghentikan penggunaan, fertilitas wanita dapat menurun.
- Fakta: tingkat kesuburan wanita dapat kembali setelah selesai pemakaian pil.
3. Pil Kontrasepsi dapat Menyebabkan Kanker
- Mitos: wanita yang minum pil kontrasepsi dapat berisiko terkena kanker.
- Fakta: pil kontrasepsi justru bisa menurunkan risiko kanker ovarium hingga 50% dan juga kanker lainnya.
4. Pil Kontrasepsi dapat Menyebabkan Kegemukan
- Mitos: pil kontrasepsi menyebabkan kenaikan berat badan tubuh secara signifikan.
- Fakta: pil kontrasepsi tidak menyebabkan kenaikan berat badan, tapi wanita dengan indeks massa tubuh di atas 40 kg/m2 tidak disarankan menggunakannya.
5. Batang IUD dapat Menempel di Kepala Bayi
- Mitos: batang IUD dapat menempel di kepala bayi setelah melahirkan.
- Fakta: umumnya, dokter atau bidan akan mengeluarkan IUD saat mengetahui pasien dalam keadaan hamil.
6. IUD dapat Berpindah Setelah Dipasang
- Mitos: IUD bisa berpindah-pindah setelah pemasangan.
- Fakta: IUD tidak dapat berpindah, tapi dapat bergeser sedikit setelah pemasangan. Inilah mengapa Anda dianjurkan rutin memeriksakan ke dokter untuk mengetahui keadaan IUD.
Setelah Anda melakukan perencanaan dengan pasangan, langkah selanjutnya adalah berkonsultasi dengan dokter untuk menentukan alat kontrasepsi apa yang tepat digunakan. Pastikan Anda mengikuti saran yang diberikan untuk mendukung program keluarga berencana. Dengan begini, Anda dan pasangan bisa lebih fokus untuk menyiapkan fisik, finansial, dan mental untuk kehamilan selanjutnya.