Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan salah satu masalah global yang perlu diatasi bersama. Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) 35 juta orang di dunia terinfeksi HIV/AIDS. Pada 2016, secara global 1 juta orang meninggal dunia akibat virus HIV/AIDS.
Apa itu HIV dan AIDS?
Menurut WHO, HIV adalah virus yang dapat menginfeksi sistem imun, menghancurkan, dan merusak fungsi dari sistem imun. Infeksi virus tersebut menghasilkan kerusakan progresif bagi sistem imun yang mengacu pada terjadinya “immune deficiency“. Keadaaan sistem imun yang sudah deficient atau kurang ditandai dengan ketidakmampuan sistem imun untuk menangkal penyakit dan infeksi lainnya. Singkatnya, HIV adalah virus yang memperlemah sistem kekebalan tubuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan AIDS.
Sedangkan yang dimaksud dengan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah sebuah kondisi kesehatan, di mana virus HIV yang telah menginfeksi mencapai kondisi immune deficiency. Infeksi HIV dapat berkembang menjadi AIDS jika tidak ada penanganan yang dilakukan.
Cara penularan HIV
Penularan HIV dapat terjadi melalui pertukaran berbagai jenis cairan dari orang yang sudah terinfeksi virus HIV. Mulai dari darah, air susu, cairan semen dan cairan sekresi vagina. Meski begitu, tidak semua cairan tubuh dapat menyebabkan HIV.
Di tahun 2008, Departemen Kesehatan Inggris membuat daftar cairan yang dapat berisiko mentransmisikan HIV/AIDS, yaitu:
- Cairan amniotic yang membungkus janin
- Darah
- Cairan serebrospinal (yang membungkus otak dan mengisi rongga medula spinalis)
- Cairan jaringan yang menghasilkan luka bakar
- Air susu
- Cairan perikardial yang membungkus jantung
- Cairan perikardial yang membungkus organ-organ perut
- Cairan pleural yang membungkus paru-paru
- Air liur dalam proses perawatan gigi yang mungkin mengandung darah
- Cairan seme
- Cairan sinovial yang ada di persendian
- Jaringan atau organ yang rusak
- Cairan sekresi vaginal
- Cairan lainnya yang mengandung darah

Proses pertukaran cairan tersebut dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu:
- Darah
- Jarum suntik yang dipakai bergantian pada saat menggunakan narkoba
- Hubungan seksual
- Transmisi dari ibu ke anak melalui air susu
Meski begitu, tidak semua aktivitas di atas dapat menimbulkan penularan virus HIV. Hanya aktivitas tertentu yang dapat menularkan virus HIV.
Mengenali gejala awal HIV
Seseorang yang terkena virus HIV akan mengalami beberapa gejala, yaitu:
Demam
Demam ringan dengan suhu tubuh 38 derajat Celcius. Selain demam, gejala ini dapat disertai dengan gejala lain, seperti sakit tenggorokan, kelelahan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Kelelahan
Ketika seseorang terinfeksi HIV, kemudian sistem kekebalan tubuhnya menurun. Hal tersebut menjadikan tubuh mudah mengalami rasa letih dan lesu . Gejala ini mirip dengan rasa tidak enak badan ketika menjelang flu.
Nyeri pada kelenjar getah bening dan otot
Kelenjar getah bening merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, sehingga mudah mengalami peradangan saat terjadi infeksi. Ketika peradangan terjadi di kelenjar getah bening, maka bagian ketiak, pangkal paha, dan leher akan terasa nyeri.
Setelah melewati gejala HIV, gejala ini akan menghilang hingga memasuki tahap non gejala. Pada tahap non gejala HIV, infeksi HIV tidak akan menimbulkan gejala apapun dalam waktu sekitar 5 – 10 tahun. Walau tidak mengalami gejala, pada tahap ini seseorang yang terinfeksi HIV sudah bisa menularkan virus HIV pada orang lain. Jika virus HIV tidak diobati, virus ini dapat berkembang dan memasuki tahap ketiga.
Di tahap ketiga, daya tahan tubuh semakin rendah sehingga dapat mengakibatkan AIDS. Ketika sudah mencapai tahapan lanjutan HIV menjadi AIDS akan muncul beberapa gejala. Gejala-gejala yang mungkin muncul, yaitu:
- Rasa lelah berkepanjangan
- Berkeringat di malam hari
- Mudah memar atau berdarah tanpa sebab
- Demam lebih dari 10 hari
- Sesak napas
- Nyeri di tenggorokan
- Infeksi jamur di kulit atau vagina
- Diare kronis
- Berat badan turun tanpa diketahui sebabnya
- Mudah marah
- Gangguan saraf
- Bercak putih di lidah, mulut, kelamin, dan anus
Apakah HIV dapat diobati?

Hingga saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV. Meski begitu, bukan berarti orang dengan pengidap HIV tidak dapat bertahan dengan lama, karena ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan HIV. Jenis obat ini dinamakan antiretroviral (ARV).
Obat antiretroviral (ARV) bekerja dengan cara mengurangi jumlah viral load HIV dalam darah. Viral load adalah perbandingan jumlah partikel virus HIV per mililiter (mL) darah. Viral load HIV ini dapat dites setiap tiga sampai enam bulan sebelum mulai mengonsumsi obat ARV. Obat ARV di antaranya sebagai berikut:
- Efavirenz
- Lamivudin
- Zidovudin
- Etravirine
- Nevirapine
Manfaat Obat ARV (Antiretroviral)

Dengan mengonsumsi obat ARV dapat membantu mengendalikan gejala awal HIV, melindungi sisa sel-sel sehat agar tidak menjadi target dari virus HIV selanjutnya. Selain itu, mengonsumsi obat ARV dapat membantu pengidap HIV/AIDS tetap sehat dan terhindar dari risiko penyakit infeksi lainnya.
Jika obat ARV secara rutin dikonsumsi setiap hari sesuai resep, hal ini dapat meminimalisir risiko yang sangat rendah untuk menularkan penyakit HIV/AIDS secara seksual kepada orang lain atau pasangan yang tidak memiliki riwayat HIV/AIDS. Semakin cepat penderita HIV mengonsumsi obat ARV, maka dapat memperlambat virus HIV merusak sistem kekebalan tubuh dan mengurangi risiko penderita HIV terserang AIDS.
Cara mencegah HIV
Pencegahan virus HIV dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu mencegah HIV melalui hubungan seksual, pencegahan penularan virus HIV melalui hubungan non seksual, dan pencegahan virus HIV dari ibu ke anaknya.
Pencegahan melalui hubungan seksual

Pencegahan penularan virus HIV melalui hubungan seksual dapat dilakukan dengan upaya:
- Tidak melakukan hubungan seksual bagi yang belum menikah
- Setia dengan pasangan tetap yang diketahui tidak terinfeksi HIV
- Menggunakan kondom secara konsisten
- Menghindari penggunaan obat atau zat adiktif
- Meningkatkan kemampuan pencegahan melalui edukasi termasuk mengobati IMS (Infeksi menular seksual) sedini mungkin
Pencegahan melalui hubungan non seksual

Melakukan pencegahan melalui hubungan non seksual berarti mencegah penularan virus HIV melalui darah, yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
- Uji saring darah pendonor
- Pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik.
Dalam pasal 15 ayat 5 Permenkes Nomor 21 tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dijelaskan bahwa upaya pengurangan dampak buruk bagi pengguna napza suntik meliputi:
- program layanan alat suntik steril dengan konseling perubahan perilaku serta dukungan psikososial
- Mendorong pengguna napza suntik khususnya pecandu opiat menjalani program terapi rumatan
- Mendorong pengguna napza suntik untuk melakukan pencegahan penularan seksual
- Layanan konseling dan tes HIV serta pencegahan/imunisasi hepatitis.
Pencegahan virus HIV dari ibu ke anaknya

Pedoman pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 51 tahun 2013. Untuk, pencegahan penularan virus HIV dari ibu ke anaknya dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu:
- Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduktif
- Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan dengan HIV
- Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil dengan HIV ke bayi yang dikandungnya
- Pemberian dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kepada ibu dengan HIV, serta anak dan keluarganya
Virus HIV merupakan virus yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Namun, virus ini dapat dicegah dengan melakukan berbagai upaya pencegahan agar virus ini tidak berkembang dan memakan banyak korban.