Ikuti Kami
Jam Operasional: 08:00 - 22:00
info@farmaku.com
0812 1600 1600

Dispepsia: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Dispepsia juga disebut gangguan pencernaan atau sakit perut, merupakan sekelompok gejala pencernaan yang biasanya terjadi bersamaan. Beberapa gejalanya adalah perut kembung, bersendawa, dan mulas. Lebih lanjut ketahui penyebab, gejala, pengobatan, hingga pencegahannya yang akan dijelaskan di bawah ini.

Apa itu Dispepsia?

Dispepsia atau gangguan pencernaan adalah sekelompok gejala pencernaan yang biasanya terjadi bersamaan. Gejala ini termasuk sakit perut dan rasa terbakar, cepat kenyang,  kembung, ketidaknyamanan di perut bagian atas, mual, dan gas.

Masalah pencernaan ini sering kali terjadi dan mungkin berhubungan dengan masalah pada otot di perut. 

Gangguan pencernaan yang terjadi sesekali adalah hal yang normal, namun terkadang terjadi secara teratur selama beberapa minggu atau bulan. Dalam kasus ini, mungkin merupakan tanda adanya masalah mendasar, seperti penyakit refluks gastroesofageal (GERD), maag, atau penyakit kandung empedu.

Baca juga: Esofagitis (Radang Kerongkongan): Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Penyebab Dispepsia

Dispepsia atau gangguan pencernaan dapat disebabkan oleh berbagai kal, antara lain gaya hidup atau kebiasaan makan, kondisi medis, atau penggunaan obat-obatan tertentu.

Penyebab dispepsia yang paling umum meliputi:

  • Faktor makanan.
  • Merokok.
  • Kegemukan (obesitas).
  • Stres.

Jika tidak ada penyebab struktural atau metabolik yang dapat diidentifikasi, dokter mungkin akan mendiagnosis dispepsia fungsional.

Dispepsia juga bisa menjadi gejala dari berbagai kondisi kesehatan, antara lain:

  • GERD.
  • kecemasan atau depresi.
  • Peradangan kandung empedu.
  • Radang perut.
  • Gastroparesis.
  • Infeksi Helicobacter pylori (H. pylori).
  • Sindrom iritasi usus.
  • Intoleransi laktosa.
  • Penyakit tukak lambung.
  • Obat-obatan, seperti antibiotik dan OAINS.
  • Kanker perut.

Dispepsia sering terjadi selama kehamilan, terutama pada trimester terakhir. Kondisi ini disebabkan oleh perubahan hormonal dan cara janin menekan perut.

Dokter atau apoteker mungkin akan merekomendasikan cara aman untuk mengatasi gangguan pencernaan selama kehamilan.

Gejala Dispepsia

Dispepsia hampir selalu disertai rasa terbakar atau nyeri di perut bagian atas dan perasaan kenyang yang terlalu cepat atau terlalu lama setelah selesai makan. Selain itu, gejala dispepsia yang mungkin terjadi, termasuk berikut ini:

  • Perut kembung.
  • Bersendawa dan mengeluarkan gas.
  • Mual dan regurgitasi (saat makanan yang Anda telan kembali naik ke kerongkongan).
  • Refluks asam.
  • Mulas.
  • Geraman keras atau gemericik di perut.

Kapan Harus ke Dokter?

Banyak orang mengalami dispepsia ringan seiring waktu dan mengatasinya dengan melakukan perubahan gaya hidup atau perawatan dengan obat over-the-counter (OTC) atau obat bebas atau.

Namun, siapa pun yang sering mengalami gangguan pencernaan atau gejala yang memburuk harus mendapatkan penanganan medis. 

Penderita dispepsia harus mengunjungi dokter jika memiliki gejala berikut bersamaan dengan gangguan pencernaan:

  • Bercak darah pada feses atau feses berwarna hitam.
  • Sering muntah, terutama dengan bekas darah.
  • Kesulitan menelan makanan.
  • Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas.
  • Nyeri dada yang menyebar ke rahang, lengan, atau leher.
  • Sakit perut yang parah dan terus-menerus.
  • Sesak napas.
  • Berkeringat.
  • Mata dan kulit menjadi kuning.

Baca juga: HIV: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Diagnosis Dispepsia

Dalam beberapa kasus, dispepsia dapat didiagnosis tanpa melakukan banyak pemeriksaan, terutama jika gejalanya ringan. Pengobatan mungkin cukup untuk meringankan gejala. 

Namun, pengujian mungkin diperlukan bagi sebagian orang, terutama jika gejalanya parah atau ada alasan untuk mengesampingkan kondisi lain yang lebih serius. Pengujian untuk mendiagnosis dispepsia, antara lain:

1. Tes Darah

Hitung darah lengkap (untuk mengukur sel darah merah dan putih) dan tes lainnya. Hasil tes darah saja biasanya tidak cukup untuk memastikan diagnosis. Sebaliknya, hasilnya digunakan bersama dengan tes lain untuk mengesampingkan kondisi yang lebih serius.

2. Tes Napas

Beberapa penderita dispepsia mungkin juga mengalami infeksi bakteri yang disebut Helicobacter pylori (H. pylori). Ini adalah jenis infeksi yang dapat diobati dengan antibiotik. Tes untuk H. pylori mungkin dilakukan jika gejala tidak membaik setelah uji coba dengan obat-obatan tertentu.

3. Endoskopi 

Dalam prosedurnya, sebuah selang dengan lampu dan kamera di ujungnya dimasukkan melalui mulut sampai ke perut. Tes ini untuk menunjukkan kepada dokter jika terdapat masalah pada kerongkongan (saluran makanan) atau lambung, seperti maag.

4. Studi Motilitas

Tes untuk memeriksa otot-otot perut dan organ lain mungkin digunakan. Ini tidak mudah diakses dan hanya bisa digunakan untuk orang dengan gejala parah. Pemeriksaan dapat mencakup studi barostat lambung, skintigrafi, single photoemission computed tomography (CT), dan kapsul motilitas nirkabel.

Pengobatan Dispepsia

Dispepsia dapat diobati dengan jenis obat tertentu, termasuk obat-obatan yang dijual bebas (OTC) dan obat resep. Beberapa pengobatan untuk dispepsia, antara lain:

1. Antidepresan

Antidepresan dapat berdampak pada sistem saraf dan sistem pencernaan. Obat ini dapat membantu mengendurkan otot-otot yang terlibat dan meringankan gejala dispepsia. Untuk dispepsia, obat ini biasanya diberikan dalam dosis yang lebih rendah dari yang dibutuhkan untuk mengobati depresi.

2. Pemblokir Reseptor H2

Obat ini tersedia tanpa resep dan dengan resep dokter. Obat-obatan ini bertujuan untuk mengurangi jumlah asam yang diproduksi lambung, termasuk:

  • Nizatidine.
  • Famotidine. 
  • Cimetidine.

3. Obat Antasida OTC

Obat-obatan ini untuk mengurangi asam dan tersedia tanpa resep dokter. Antasida biasanya merupakan pengobatan lini pertama untuk meredakan gejala. Beberapa merek ini antara lain:

  • Alka-Seltzer.
  • Maalox.
  • Mylanta.
  • Rolaid.
  • Riopan.

4. Prokinetika

Prokinetik mungkin dapat digunakan apabila jenis obat lain tidak membantu mengatasi gejala dispepsia. Meskipun tidak banyak bukti efektivitasnya, namun dalam beberapa kasus, obat ini mungkin membantu mengosongkan perut lebih cepat.

5. Inhibitor Pompa Proton (PPI)

PPI adalah obat untuk membantu mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. Obat ini mungkin membantu beberapa orang yang memiliki gejala dispepsia. PPI, tersedia tanpa resep dan dengan resep, seperti berikut ini:

  • Lansoprazole.
  • Omeprazole.
  • Esomeprazole.

6. Perubahan Gaya Hidup dan Pola Makan

Perubahan gaya hidup dan perubahan pola makan dapat membantu mengurangi atau mencegah gejala dispepsia. Dokter atau ahli diet mungkin merekomendasikan perubahan pola makan Anda dengan tips berikut ini:

  • Menghindari makanan pedas, berminyak, asam, dan berlemak.
  • Menghindari atau membatasi kafein dan alkohol.
  • Mengonsumsi makanan sehat dengan cukup serat, buah-buahan, dan sayuran.
  • Minum air yang cukup.

Komplikasi Dispepsia

Dalam kasus yang sangat jarang terjadi, gangguan pencernaan yang parah dan terus-menerus dapat menyebabkan komplikasi, termasuk berikut:

  • Striktur esofagus. Penyempitan esofagus (saluran menelan). Kondisi ini dapat membuat proses menelan menjadi semakin sulit. 
  • Stenosis pilorus. Ini merupakan kondisi di mana bukaan antara lambung dan usus kecil menebal. Kondisi ini paling sering terjadi pada bayi berusia di bawah enam bulan.
  • Peritonitis. Peritonitis adalah istilah untuk peradangan pada peritoneum – selaput yang melapisi bagian dalam perut dan panggul (parietal). 

Baca juga: ISPA: Pengertian, Gejala, Penyebab, dan Pengobatan

Pencegahan Dispepsia

Menerapkan perubahan gaya hidup utama dapat membantu mencegah perkembangan dispepsia kronis. Kiat-kiat untuk pencegahan dispepsia, berikut di antaranya:

  • Jadwalkan waktu makan secara teratur, karena melewatkan makan akan menunda pencernaan.
  • Berhenti makan ketika sudah merasa kenyang dan tidak kenyang.
  • Pastikan mengunyah secukupnya.
  • Tetapkan kecepatan makan yang santai tanpa gangguan.
  • Hindari berbaring setelah makan besar.
  • Pertahankan berat badan yang sehat.
  • Hindari merokok.
  • Batasi asupan alkohol.
  • Minimalkan pilihan makanan manis dan berlemak.
  • Pelajari dan gunakan teknik pengurangan stres.
  • Pertimbangkan suplemen probiotik dan enzim.

Demikian ulasan lengkap mengenai dispepsia kerap terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat. Jika dibiarkan tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi yang patut Anda waspadai. Apabila dirasa memiliki gejalanya, segera periksakan ke dokter untuk mendapat penanganan yang tepat.

Chat dengan dokter rekanan Farmaku di sini untuk konsultasi seputar kesehatan secara keseluruhan, termasuk masalah pencernaan dan pengobatannya.

Medical News Today. Diakses pada 27 Maret 2024. What to know about indigestion or dyspepsia. https://www.medicalnewstoday.com/articles/163484#symptoms

Penn Medicine. Diakses pada 27 Maret 2024. Dyspepsia (Indigestion). https://www.pennmedicine.org/for-patients-and-visitors/patient-information/conditions-treated-a-to-z/dyspepsia-indigestion

Verywell Health. Diakses pada 27 Maret 2024. Dyspepsia. https://www.verywellhealth.com/dyspepsia-5224737#toc-are-there-tests-to-diagnose-the-cause-of-dyspepsia

WebMD. Diakses pada 27 Maret 2024. Indigestion (Dyspepsia): Symptoms, Causes, and Treatments. https://www.webmd.com/heartburn-gerd/indigestion-overview

Sumber

Artikel Lainnya